SERANG/POSPUBLIK.CO – Menyoal adanya kenaikan iuran BPJS, Ketua Pengurus Cabang (PC) Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Kota Cilegon, Edi Djunaidi menilai pemerintah tidak peka terhadap penderitaan rakyat.
Selain itu, dengan munculnya Perpres Nomor 64 Tahun 2020 Tentang Perubahan Kedua Atas Perpres Nomor 82 Tahun 2018 Tentang Jaminan Kesehatan, Edi menganggap justru menambah penderitaan rakyat.
“Pemerintah tidak bijaksana dalam mengeluarkan keputusan,” tukasnya kepada wartawan, Sabtu (16/5/2020).
Menurutnya, di tengah kondisi masyarakat yang mengalami kesulitan ekonomi sebagai dampak dari pandemi Covid-19, pemerintah seharusnya hadir membawa kebahagiaan, bukan menambah penderitaan masyarakat.
Ia mengaku heran dengan ngototnya Presiden Joko Widodo untuk menaikkan iuran BPJS.Sebab, menurutnya, keputusan menaikkan iuran BPJS telah dibatalkan oleh Mahkamah Agung (MA).
“Ini (keputusan) sudah pernah dibatalkan oleh MA, kenapa pemerintah ngotot ingin menaikan iuran BPJS kesehatan. Saya yakin jika BPJS dikelola dengan baik dan profesional tidak akan defisit,” tandasnya.
Sementara itu, dalam Perpres 64 Tahun 2020 disebutkan, bahwa peserta mandiri Kelas I naik menjadi Rp150 ribu, dari saat ini Rp 80 ribu. Iuran peserta mandiri Kelas II Rp 100 ribu, dari sebelumnya Rp 51 ribu. Hal ini berlaku mulai Juli 2020 mendatang.
Selain itu, iuran peserta mandiri Kelas III naik dari Rp 25.500 menjadi Rp 42 ribu. Namun, ada subsidi Rp 16.500 hingga 2021 sehingga yang dibayarkan tetap Rp 25.500.
Pada 2021, subsidi yang dibayarkan pemerintah berkurang menjadi Rp 7000. Sehingga, iuran BPJS Kesehatan Kelas III mencapai Rp35.000. (Iqbal)