SERANG/POSPUBLIK.CO -Ketenagakerjaan masih menjadi masalah di Negara Indonesia, kondisi angkatan kerja yang dirilis oleh Badan Pusat Statistik (BPS) per Ferbuari 2020 tingkat pengangguran terbuka masih 6,8 juta berarti masih 4,9 juta per Februari 2020 rakyat masih belum mendapatkan kesempatan untuk bekerja.
Demikian dikatakan Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) RI Ida Fauziyah saat membuka pelatihan PBK gelombang II dan Penyerahan Hasil Pelatihan Penanganan Dampak Covid-19 di BBPLK, Kota Serang, Banten, Selasa (21/7/2020).
“Dampak Covid-19 tidak hanya kepada sektor kesehatan saja melainkan sudah sangat meluas masuk ke sektor-sektor perekonomian pada akhirnya paling terasa dampaknya pada sektor ketenagakerjaan,” katanya.
Saat ini, kata Ida, gelombang tsunami PHK masal sangat dahsyat terus menghempas para tenagakerja di seluruh wilayah yang tersebar di Indonesia. Sehingga memakan jutaan buruh terpaksa harus dihentikan dari perusahaan.
“Pandemi Covid-19 ini telah mengakibatkan 1,7 juta saudara-saudara kita yang harus di PHK (pemutusan hubungan kerja), datanya itu terferivikasi dengan baik,” katanya.
Sedangkan, lanjut dia, Ada sekitar 1,3 juta buruh lainya yang merupakan tenaga kerja dibidang informal terpaksa harus dirumahkan.
“kurang lebih dampak pandemi ini ada 3 juta lebih saudara-saudara kita yang kehilangan pendapatan sehingga tidak memiliki pendapatan sama sekali,” ungkapnya.
Dia berujar, sampai saat ini lembaga kesehatan dunia (WHO) belum bisa memastikan kapan vaksin Covid-19 bisa ditemukan. Untuk itu, sektor tenagakerja tidak boleh ketergantungan dengan masa Covid-19 seperti menunggu berakhir Covid-19 , akan tetapi sektor tenaga kerja harus tetap beroperasi guna meminimalisir jumlah pengangguran di Indonesia.
“Kegiatan-kegiatan yang mengarah pada peningkatan produktifitas, pelatihan peningkatan kompetensi harus jalan terus dengan mematuhi protokol kesehatan Covid-19, Kita tidak mungkin berhenti berkegiatan, berhenti berproduktif,” jelasnya.
Ida mengakui, angkatan kerja masih didominasi tingkat pendidikan SMA/SMK kebawah, sedangkan, diluar jalur pendidikan tersebut akan kesulitan untuk memperoleh pekerjaan yang layak dan memadai.
“Bisa dibayangkan dengan SDM (sumber daya manusia) yang tingkat pendidikanya SMP (Sekolah Menengah Pertama) kebawah, maka kita bisa pastikan bahwa mereka kompetensinya rendah, berikutnya produktifitasnya juga rendah,” tegasnya.
Maka dari itu, Pihaknya meminta pemerintah daerah untuk terus meningkatkan kualitas SDM serta mengintensifkan kerjasama dengan perusahaan-perusahaan.
“Ya harus membangun forum kerjasama dengan industri dan meningkatkan kompetensi dan produktifitas itu harus menyesuaikan dengan kebutuhan industri,” tandasnya. (Moch)