SERANG/POSPUBLIK.CO – Polemik Bantuan Operasional Sekolah Daerah (BOSDa) Provinsi Banten Tahun Anggaran 2020 bagi Sekolah Tingkat Menengah Atas dan Kejuruan (SMA/SMK) kembali digugat ke Pengadilan Negeri (PN) Serang.
Gugatan dugaan perbuatan melawan hukum (PMH) itu dilayangkan melalui e-court yang sudah terdaftar di PN Serang dengan nomor perkara 116/Pdt.G/2020/PN. Serang tanggal 13 Agustus 2020 oleh M Ojat Sudrajat. Ojat sebelumnya juga pernah melayangkan gugatan ke PTUN.
Dalam gugatan itu melibatkan tergugat I Plt Kepala Dinas dan Kebudayaan Banten, Tergugat II Sekertaris Daerah Banten, Tergugat III BPKAD, tergugat IV yakni Gubernur Banten. Sedangkan turut Tergugat I Ketua DPRD Banten, Turut Tergugat II Menteri Dalam Negeri (Mendagri) dan Turut Tergugat III kepala sekolah SMAN I Rangkas Bitung.
Penggugat Ojat Sudrajat mengatakan, pihaknya tidak akan putus asa untuk memperjuangkan dana BOSDa Provinsi Banten untuk Tahun 2020 yang diperlukan untuk para siswa dan pengembangan sarana dan prasara di sekolah.
“Masalah BOSDa di Provinsi Banten untuk Tahun 2020 alokasi anggarannya tidak sesuai dengan Pergub Banten nomor 31 Tahun 2018 seharusnya alokasi anggarannya dihitung berdasarkan jumlah akan tetapi pada DPA BOSDa Tahun 2020 dianggarkan berdasarkan jumlah Guru dan TU (tenaga honorer) non ASN (Aparatur Sipil Negara (ASN),” katanya kepad awak media, Jum’at (14/8/2020).
Dengan begitu, Kata Ojat, adanya dugaan melakukan perbuatan melawan hukum (PMH) dalam pengalokasian anggarannya. Menurutnya berdasarkan pernyataan dari Sekda Provinsi Banten selaku Ketua TAPD Provinsi Banten dan anggota DPRD Provinsi Banten yang menyatakan alokasi anggaran BOSDa adalah Jumlah Siswa hal ini tentunya tidak sesuai dengan kenyataan sebenarnya.
Tak hanya itu, Ojat menduga peruntukan BOSDa juga tidak sesuai dengan kebijakan Gubernur Banten selaku pemegang kekuasaan dan menetapkan kebijakan pengelolaan keuangan di Provinsi Banten.
“Pak gubernur (Wahidin Halim) di media massa bilang bahwa besaran dana Bosda Tahun 2020 sebesar Rp 5,5 juta serta bisa digunakan untuk pembelian kuota internet, tapi nyatanya tidak sesuai dengan yang terjadi di lapangan,” ujarnya.
“Gubernur telah melakukan pembohongan publik pun telah terjadinya perbedaan sikap antara beberapa Kepala SKPD yang terlibat dalam penyusunan, verifikasi dan pengesahan terkait BOSDa Tahun 2020 ini,” tandas Ojat. (Moch)