SERANG/POSPUBLIK.CO – Sejumlah Pengamanan Dalam (Pamdal) di lingkungan Provinsi Banten yang tergabung dalam persatuan pengamanan dalam indonesia (Prada) menggeruduk DPRD Banten, Selasa (1/9/2020). Mereka menuntut kenaikan gaji sesuai Upah Minimum Kerja (UMK) Kota Serang senilai Rp 3,8 Juta.
Ketua Prada Asep Bima mengungkapkan, ditengah pandemi Covid-19 upah kecil sangat sulit untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, terlebih Pemprov Banten tidak pernah memperhatikan kesejahteraan Pamdal.
“Kami kerja 12 jam gaji kami hanya Rp 2,1 juta dan sangat jauh sekali dengan UMK Kota Serang senilai Rp 3,8 juta, padahal Kami masuk teritorial kota serang,” ucapnya kepada awak media.
Asep mengakui, dalam pinjaman utang Pemprov Banten ke PT SMI senilai Rp 4,1 triliun tidak sedikitpun diperuntukan untuk kesejahteraan pamdal sehingga Pemprov Banten terkesan tebang pilih.
“Pada anggaran pinjaman Rp4,1 triliun itu kami tidak kebagian,” ungkapnya.
Saat ini, ujar Asep, pekerja pamdal kurang lebih ada sekitar 989 anggota yang tersebar di 42 Organisasi Perangkat Daerah (OPD). Sementara, menurutnya usia kerja pamdal rata sudah puluhan tahun.
“Kerja Kita berpariatif ada yang 15 tahun ada juga yang 12 Tahun, bahkan ada yang 20 tahun dengan penghasilan Rp2,1 juta,” terangnya.
Asep pun berharap tuntutannya dapat terpenuhi agar kesejahteraan dirasakan dengan adil. “Tuntutan kami sudah diakomodir dan langsung akan dibawa ke TAPD, kita berdo’a saja mudah-mudahan terealisasi di APBD tahun 2021,” kata Asep.
Sementara itu, Ketua Komisi I DPRD Banten Asep Hidayat mengaku, sangat prihatin dengan kondisi pamdal. Dalam waktu cepat pihaknya akan melakukan koordinasi dengan Pemprov Banten untuk mengusulkan pengajuan penyesuaian upah pamdal pada APBD 2021.
“Harapan kami eksekutif bisa memikirkan nasib mereka (Pamdal) karena sekarang ini selain inflasi tinggi yang menjadikan barang-barang dan kebutuhan logistik khususnya sembako itu naik dengan gaji Rp 2,1 juta tidak akan mencukupi kebutuhan sehari-hari mereka,” ungkap Asep.
Dalam kondisi sekarang, sambung Asep, pandemi Covid-19 telah memporak-porandakan kehidupan sosial masyarakat. “Bukan hanya mereka ketakutan tertular Covid-19, tapi yang utama adalah kebutuhan yang tidak bisa ditunda bagaimana mereka bisa memenuhi kebutuhan hidupnya,”sambungnya.
“Semoga kedepan kita semua konsentrasi memikirkan nasib mereka yang sulit untuk memperoleh kesejahteraan,” tandasnya. (Moch)