SERANG/POSPUBLIK.CO – Pemerintah Provinsi (Pemprov) Banten membatalkan program bantuan kuota internet untuk siswa tingkat SLTA yang bersumber dari APBD perubahan 2020. Alasanya, karena program itu tidak mendapat persetujuan dari PT SMI sebagai pihak yang memberikan pinjaman daerah kepada Pemprov Banten.
Menanggapi hal itu, Anggota Komisi V DPRD Banten Furtasan Ali Yusuf mengatakan, Pemprov Banten harusnya mempertimbangkan secara matang alokasi bantuan kuota internet melalui pinjaman ke PT SMI. Sehingga, konsistensi serta komitmen pemprov patut dipertanyakan atas gagalnya program tersebut.
“Nggak jelas jadi gimna yah?, padahal kita sudah memperjuangkan, udah dijanjikan oleh pemprov itu sekarang batal, Jadi pemprov harus komitmen dan jelas membantu masyarakat agar belajar daring bisa terselenggara dengan baik,” kata Furtasan Ali Yusuf kepada awak media saat ditemui di Gedung DPRD Banten, KP3B, Curug, Kota Serang, Jum’at (18/9/2020).
Politisi NasDem itu menegaskan, awalnya nominal anggaran kuota internet sempat muncul di APBD perubahan. Untuk itu, pihaknya menyambut baik rencana Pemprov Banten dalam membantu kondisi masyarakat ditengah pandemi Covid-19.
“Jadi itu APBD perubahanan 2020 saya sudah senang awalnya sudah muncul diangka Rp 11 miliar, sudah ekspose kan, makanya saya seneng,” ungkapnya.
Meski Program kuota internet Pemprov Banten gagal, Rektor Uniba itu mengungkapkan secara tidak langsung subsidi kuota internet sudah tercover oleh pemerintah pusat mulai dari sekolah SD, SMP, SMA, hingga Perguruan tinggi dipastikan mendapat bantuan semua.
“Pemerintah pusat sudah clear (jelas,red) kan mulai dari TK, SD, SMP sampai perguruan tinggi semuanya itu dapat bantuan pulsa satu siswa (orang,red) itu sekitar 35 Giga,” ungkapnya.
Prinsipnya, ujar dia, yang harus dipikirkan sekarang bagaimana jaringan internet bisa diakses seluruh daerah termasuk di pelosok-pelosok desa, sebab, kata dia, hingga saat ini masih ada daerah yang tidak bisa mengakses jaringan internet sehingga altentatifnya harus turun naik gunung agar bisa belajar Daring.
“Yang harus kita pikirkan bareng-bareng adalah model jaringanya kan temen-temen tau masih ada yang di pelosok-pelosok (sulit jaringan,red) tetap aja mereka harus naik gunung untuk dapat sinyal,” tandasnya. (Jejen)