SERANG/POSPUBLIK.CO – Gubernur Banten, Wahidin Halim, (WH) memutuskan tidak menaikan upah minimum provinsi (UMP) tahun 2021 alias masih sama dengan UMP 2020 sebesar Rp2.460.994.54. Pasalnya, kebijakan WH tidak menaikan upah buruh karena perusahaan terdampak pandemi covid-19.
Kebijakan itu tertuang dalam keputusan Gubernur Banten Nomor 561/Kep.253-Huk/2020 tentang penetapan UMP Banten tahun 2021, keputusan itu ditandatangani Gubernur Banten tertanggal 31 Oktober 2020.
Menanggapi hal itu, Ketua DPD Serikat Pekerja Kimia Energi dan Pertambangan (SPKEP) Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI), M Kamal Amrullah mengaku kecewa atas ketidakberpihakan Gubernur Banten terhadap Buruh ditengah pandemi covid-19 dengan tidak menaikan UMP.
“Saya mewakili aliansi serikat buruh banten menyatakan apa yang disampaikan pak WH bahwa UMP tidak ada kenaikan atau sesuai dengan upah minimum pada 2020 Itu kami sangat kecewa,” katanya kepada awak media saat ditemui di kantor Disnaker Banten, Kota Serang, Selasa (3/11/2020).
Selain itu, Kamal menilai pertimbangan WH dalam meneken UMP tak naik tidak memiliki dasar yang kuat, sebab, dinilai banyak perusahaan ditengah pandemi justru hasil produksinya meningkat.
“Banyak loh perusahaan – perusahaan justru karena Covid-19 produksinya meningkat dan hasil penjualanya pun meningkat,” ungkapnya.
Jika dibandingkan dengan daerah lain, ditegaskan Kamal, Kepala daerah banyak yang meneken kenaikan UMP sehingga terlihat keberpihakanya kepada kaum buruh. Namun, Kebijakan Gubernur Banten sendiri terkesan hanya menguntungkan golongan pengusaha.
“Bahwa DKI Jakarta, Jabar, Jatim, kan (UMP,red) Nya naek, kami tidak mempermasalahkan naiknya berapa?, tapi harus ada goodwell terhadap kesejahteraan buruh,” jelasnya.
Bagi Kamal, kenaikan upah merupakan nilai-nilai yang dapat membangkitkan semangat kerja klas buruh, untuk itu, pihaknya akan tetap memperjuangkan UMP.
“Karena upah ini menjadi semacam jiwa raga buruh, ya itu upah,” ujarnya.
Tak hanya itu, Kamal pun mengkhawatirkan jika UMP tak naik akan menjadi referensi kebijakan UMK diseluruh Kabupaten/Kota di Wilayah Banten. Dengan negitu, persoalan tersebut dapat memancing gelombang kemarahan buruh.
“Ya kita khawatir dengan tidak naiknya UMP ini menjadi referensi kebijakan UMK, kita tidak harapkan temen-buruh buruh sudah sangat marah,” pungkasnya. (Jen)