SERANG/POSPUBLIK.CO – Kesenjangan buruh gender dalam dunia pekerjaan dan upah dinilai semakin melebar, bahkan regulasi yang mengatur komponen kebutuhan hidup layak (KLH) bagi buruh yang dicetuskan dalam PP 78 Tahun 2015 Tentang Pengupahan terkesan diabaikan.
Padahal KHL adalah standar kebutuhan seorang buruh untuk memperoleh kehidupan layak secara fisik.
Ketua Serikat Pekerja Nasional (SPN) DPD Banten, Intan Indira Dewi mengatakan, persoalan gender semakin akut diperparah lahirnya UU Omnibuslaw Ciptakerja serta Surat Edaran Menteri Ketenagakerjaan (SE Menaker) yang tidak mengendaki seluruh kepala daerah termasuk Banten menaikan UMP dan UMK 2021 bukti pengkebirian terhadap hak-hak pekerja.
“Pemerintah Banten harus lebih bijak dalam menanggapi SE Menaker, SE ini tidak lebih tinggi kedudukanya daripada PP 78 Tahun 2015, maka seharunsya Gubernur (Wahidin Halim,red) tidak menggunakan SE sebagai kambing hitam untuk tidak menaikan UMK 2021,” ujar Intan kepada awak media, Kamis (19/11/2020).
Intan menyebut, jumlah item KLH yang dipakai sebagai dasar pertimbangan UMK jumlahnya mencapai 64 Item. Ingat, kata dia, item KHL 64 secara kuantitas menaik, tapi kualitasnya sangat menurun jauh dibawah kualitas saat ini.
“Maka itu sudah sangat mendegradasi upah untuk para buruh, bahwa komponen KHL saat ini sangat tidak sensitive gender,” terangnya.
Selain itu, Intan menilai melalui berbagai regulasi pengaturan terhadap pekerja justru pemerintah telah menghapus salah satu Item KLH yang meruoakan kebutuhan buruh perempuan yang selalu dipakai setiap bulannya.
“Persoalan Ini harus segera disikapi baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah,” ujarnya.
Terkahir, Intan pun mengingatkan Gubernur Banten agar menaikan UMK 2021 sebesar 3,33 persen sesuai hitungan tingkat inflasi Daerah dan PDB 2020.
“Tuntutan UMK 2021 kita riil diangka 3,33 persen sesuai dengan inflasi dan pertumbuhan ekonomi,” pungkasnya. (Jen)